Chasan Nafi (Psikologi Undip) |
10 November senantiasa
di peringati sebagai Hari pahlawan. Seperti biasa, kita akan menyaksikan
kembali pengibaran bendera satu tiang
penuh, mengikuti upacara, mendengarkan pidato, lantas selesai begitu saja tanpa ada satu
nilai
tersisa.
Tak hanya itu, di
beberapa Sekolah Dasar (SD) anak-anak pun tak lagi mengenali pahlawannya.
Mereka lebih hafal wajah artis favorit daripada mengenang dan terinspirasi
gerakan para pahlawan. Kakaknya yang berada di Sekolah Menengah (SMP/SMA) pun
tak jauh berbeda. Mereka disibukkan
dengan akun facebook dan twitternya dan mengacuhkan perjuangan para pahlawan
terdahulu.
Bagaimana dengan kaum
muda (mahasiswa?) Apa perananmu dalam menjaga warisan para pejuang? Tentu masih
ingat perkataan Soe Hok Gie bahwa kitalah generasi yang akan memakmurkan
Indonesia. Perkataan ini menunjukkan bahwa selain sumber daya alam dan sumber
daya manusia, pemuda juga aset besar bangsa. Jika pemudanya mandiri, tekun, kreatif niscaya
Negara tak akan hancur, namun jika pemudanya manja, terlalu terbuai kecanggihan
teknologi, konsumisme, individualis, maka tunggulah saat dimana Negara ini akan
menjadi boneka bagi Negara adikuasa.
Perlu disadari bahwa
yag kita hadapi saat ini bukanlah penjajah yang menenteng senjata namun
penjajahan yang halus dan tidak kasat mata. Kita dijajah oleh sistem dan
birokrasi yang korup. Bagaimana bisa sebuah Negara yang memiliki sumber daya
melimpah sampai harus mengimpor beras, daging sapi, kedelai, sampai listrik pun
kita harus beli dari Negara lain. Bagaimana bisa sebuah Negara yang jelas-jelas
diundangkan menjamin pendidikan dan kesehatan layak bagi rakyatnya, namun
banyak yang tak mampu sekolah dan tak mampu berobat?
Penjajahan yang kita
alami sekarang ini berasal dari dalam dan luar negeri. Penjajahan berwujud
serbuan produk luar negeri mulai dari gadget, sepeda motor, fashion, bahkan
mainan anak-anak sekalipun kita dijajah. Sedangkan dari dalam negeri kita
dijajah sistemik oleh saudara sendiri. Lihat saja berapa banyak Anggota DPR,
dan Bupati/Walikota yang terjerat kasus korupsi dan akhirnya harus dipenjara?
Dengan momentum hari
pahlawan kali ini kita bulatkan tekat bahwa kita (intelektual muda) bukan
generasi penerus mereka, namun generasi penyelamat bangsa. Mereka (yang kini
menjabat dan terbukti korup) tak mampu memberikan contoh yang baik bagi
gerenerasi berikutnya. Oleh karenanya, mereka tak berhak menganggap kita
generasi penerus kebusukan mereka. Bagaimana caranya?
Soekarno,
beberapa puluh tahun yang lalu telah memberikan caranya. Berikan aku sepuluh
pemuda maka akan kuguncang dunia. 10 Pemuda yang mau bersatu, utuh, dan
memiliki tujuan yang sama. 10 pemuda yang berasal dari disiplin ilmu beragam dan
mau untuk mengorganisasikan diri. Pemuda yang mengebiri sifat egois, dan
memiliki prinsip dan komitmen kuat untuk memperjuangkan hak kaum tertindas.
Kita mulai dari Kampus. Selamat Hari Pahlawan!
SALAM MUDA INSPIRATIF!
Mahasiswa Jurusan Psikologi,
Aktivis BEM KM UNDIP Semarang